..:: Welcome...Huanying Guanglin...Hwangyong-hamnida... Assalamualaikum...Selamat Datang di Web Pertama Q, Silakan Jelajahi Web Ini dan Jangan Lupa Untuk Membaca Bismillah::..

Kita lahir karena “cintanya”

Suatu saat nanti, kita akan tahu sendiri betapa bahagianya punya anak. Ortu kita juga demikian, rasa cinta mereka bersatu dalam ikatan pernikahan, lalu lahirlah kita. Sebab rasa cinta adalah perwujudan dari naluri mempertahankan jenis. Buktinya apa? Banyak pasangan yang sudah lama menikah, merasa gelisah bila belum punya anak. Berarti di sini jelas, bahwa cinta berbeda dengan seks dalam pengertian hubungan biologis semata.

Setelah kita lahir, tanggung jawab ortu bertambah, yakni merawat dan membesarkan kita. Dan itu dijalaninya dengan rasa cinta dan sayangnya yang menggunung. Ayah kita rela berpanas-panas dan basah kuyup mencari uang untuk beli susu dan makanan kita. Adakalanya bagi para ayah yang kebetulan kondisi ekonominya termasuk golongan “alit” alias pas-pasan, mereka mencari nafkah harus dengan mengeluarkan keringat, dan bahkan juga darah. Kita bisa lihat bagaimana para buruh kasar di pabrik, pasar, dan juga pelabuhan. Apa yang bisa kamu bayangkan saat melihat mereka tengah berjuang? Ya, itu bagian dari tanggung jawabnya. Dan jangan lupa, juga bagian dari rasa cinta mereka untuk anak dan istrinya.

Pernahkah kita mengukur rasa cinta kita kepada ortu? Seberapa besar sih rasa cinta kita kepada ortu? Sebab, ada kalanya kita suka itung-itungan dengan ortu kita. Bener nggak? Misalnya, kalo kita udah jagain adik, kita suka minta jatah es krim sepulang ibu dari pasar. Apalagi yang berkaitan dengan pekerjaan beres-beres rumah, ujungnya kita suka minta imbalan uang atau barang lainnya. Malah ada juga di antara teman remaja yang masang “tarif” duluan sebelum bekerja. Kita bersedia melakukan pekerjaan itu, tapi ada syaratnya: ada uang jajannya sebagai “sogokan”. Kalo nggak, kagak pake deh! Walah?

Ada cerita menarik yang berhubungan dengan tema ini.

Dikisahkan ada seorang anak yang menyodorkan selembar kertas berisi tulisan semacam tagihan kepada ibu. Isinya: Memotong rumput 5 dollar, membersihkan kamar 1 dollar, pergi ke toko menggantikan ibu 0.5 dollar, menjaga adik waktu ibunya belanja 0.25 dollar, membuang sampah 1 dollar, untuk rapor yang bagus 5 dollar, dan untuk membersihkan dan menyapu halaman 2.99 dollar. Total utang ibu kepadaku: 14.75 dollar.

Si ibu menatap anaknya lekat-lekat, lalu mengambil ballpoin, dan kemudian menulis di balik kertas tersebut. Isinya begini: Untuk sembilan bulan ketika Ibu mengandung kamu selama tumbuh dalam perut Ibu, Gratis. Untuk semua malam ketika Ibu menemani kamu, mengobati kamu, dan mendoakan kamu, Gratis. Untuk semua saat susah, dan semua air mata yang kamu sebabkan selama ini, Gratis. Kalau dijumlahkan semua, harga cinta Ibu adalah Gratis. Untuk semua malam yang dipenuhi rasa takut dan untuk rasa cemas di waktu yang akan datang, Gratis. Untuk mainan, makanan, baju, dan juga menyeka hidungmu, Gratis. Dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, harga cinta sejati Ibu adalah Gratis.

Setelah itu, si anak berkata kepada ibunya, “Bu, aku sayang sekali sama Ibu.” Dan kemudian si anak mengambil ballpoin dan menuliskan dengan huruf besar: “LUNAS”

Nah, ini sekadar contoh saja, betapa kita kadangkala suka itungan sama ortu kita. Kita mogok melakukan perintahnya, hanya karena uang jajan belum masuk kantong kita.

1 komentar:

dhaluvbiru mengatakan...

Nah lho. .Nah lho
cerita d posting ini ky'y knal nch. . .
Waah pelanggaran hak cipta. . .Hahaha

Kata Bijak Hari Ini...

"Akal itu tak lebih daripada alat untuk mencari kebenaran"

..:: Sebelum Meninggalkan Web Ini Diharapkan Untuk Mengucapkan Salam ::..

Rhois Tekkom IPB 44 Add to Technorati Favorites